Apakah Metafisika Mungkin

Dibyasuharda, Dibyasuharda (1979) Apakah Metafisika Mungkin. Fakultas Filsafat, Yogyakarta. (Unpublished)

[thumbnail of Apakah Metafisika Mungkin_Dibyasuharda_1979.docx] Text
Apakah Metafisika Mungkin_Dibyasuharda_1979.docx - Updated Version
Restricted to Registered users only

Download (1MB) | Request a copy

Abstract

Judul tulisan ini berupa suatu pertanyaan : Apakah metafisika mung- kin? Hal itu dengan dasar dan tujuan. Pertama: Pertanyaan itu sudah sejak lama ditanyakan dan tetap akan ditanyakan. Kedua: Tiap orang yang sadar membaca/menghadapi sesuatu yang metafisik tidak dapat te- tap tidak tersangkut, yaitu menganggap dirinya lepas dari metafisika, sebab pertanyaan-pertanyaan metafisik mengenai masalah-masalah fundamental dari kehidupan. Fundamental dalam arti merupakan fundament, pen- dukung/penyangga segala sesuatu. Metafisika bukan agama, namun kalau teori metafisik dari materialisme benar, maka agama akan mendapat ke- sukaran. Ethika bukan mets fisika, tetapi kalau theori metafisik dari determinisme benar, atau fatalisme maka banyak pra-anggapan ajaran susila yang tradisional akan tidak berlaku lagi.Ketiga: Pemikiran metafisik disebut oleh Aristoteles:protè philosophia, pertama, artinya (bagian yang) terpenting dari filsafat. Pemikiran kefilsafatan pada akhirnya biasanya lalu hanya memikirkan masalah-masalah dasar metafi- sika. Bagi mereka yang menerima metafisika salah satu pertanyaan po- kok(ciri ahli filsafat yang filsof: tetap masih ada pertanyaan yang belum dapat terjawab): Apakah metafisika jadi fundamen atau puncak filsafat? Yang menentang metafisikapun sejak abad ke XIX oleh pe- muja-pemuja ilmu pengetahuan metafisika dipandang sebagai ilusi, pere kaan pengertian yang spekulatip, ungkapan -ungkapan emosional takber- makna tidak mungkin melepaskan diri dari sesuatu yang metafisik. Materialisme radikalpun yang menentang d ngan gigih metafisika ber- pijak pada pengertian "materi" yang metafisik! Pada zaman kita ini, disamping perhatian lagi pada metafisika terdapat serangan-serangan yang gencar dari tiga macam golongan 1);
1.Empirisme. Empirisme radikal berdalil: Hanya kalimat-kalimat empi- rislah sungguh ada. Jadi bagi pemikiran ini metafisika tidak mungkin. Tetapi empirisme radikalpun harus memberi pengertian "kalimat empiris" arti yang seluas mungkin agar kalimat-kalimat logik dan mathematik dapat termasuk didalamnya.
2. Filsafat Bahasa. Dalam "Tractatus" Wittgenstein membagi kalimat-kali- mat bermakna dalam kalimat-kalimat elementar dan kalimat-kalimat logik. Dalan Tractatus tidak ada tempat untuk kalimat metafisika. Halitu di- pandang sebagai bukan bermakna, atau suatu "pengetrapan palsu dari ba- hasa.Dalam kalimat metafisik dianggap muncul tanda-tanda (kata-kata unum) yang tidak diberi arti dan tidak mungkin diberi arti. Bagi Witt-genstein: Semua filsafat adalah kritik bahasa (..dan bukan metafi- sika). etapi dalam perkembangan pemikirannya Wittgenstein sendiri to- lah bergerak moni ggalkan Tractatusnya, kritik bahasa praktis menjadi analysa akan manusia.
3.Fihak "Sejarah-ada"(Soinsgeschichte), sekarang antara lain Heidegger. Ia bersumber pada Nietzsche yang berkata:Metafisika tidaklah mungkin lagi. Ganbaran Nietzsche akan metafisika adalah suatu theori menge- nai dua dunia yang naif, suatu theori yang membangun dibelakang dunia ini suatu dunia kedua dan dunia kedua itu sebagai dunia yang sebenar- nya. Tetapi kalau dikatakan bahwa metafisika tidak mungkinlagi, perta- nyaannya lalu: Apa yang bagi Plato dan Aristoteles dulu mungkin yang sekarang tidak mungkin lagi? Yang dimaksud dengan "metafisika dari Plato" itu apakah ajaran-idenya itu sendiri ataukah tafsiran tentang pemikiran Plato yang dianggap nenerina dua dunia? Heidegger meneruskan pengingkaran akan metafisika dan berkata tentang :Proces yang ditutup dengan permulaan, perkembangan dan akhir metafisika .Namun Heidegger sendiri masih mempersoalkan apakah metafisika itu dan ....membuat meta- fisika. Plato dan Aristoteles sendiri berpendapat:Metafisika selalu kedua-duanya :Mungkin dan tidak mungkin. Inilah situasi metafisika. Plato dalam "Sophistes "akhirnya berkata "Dulu saya mengetahuinya, se- karang saya tidak tahu lagi "Dan Aristoteles : "(Metafisika) Hal itu ada- lah selalu suatu apori, dan sekarang hal itu suatu apori, dan tetap akan jadi apori.
Tisan ini mau memberi penampilan pertanyaan itu lobih menyolok. Heidegger yang menentang metafisika tradisional membuat suatu metafi- sika sebagai jawaban pertanyaan :apakah netafisika itu? Juga mengenai istilah netofisika itu sendiri perlu ada pengertian yang mantap.Ka- rena itu akan diuraikan lebih dahulu dalam Bab I masalah sekitar istilah itu dan penecahan Delfgaauw,kemudian dalan Bab II metafisika Heidegger, sedangkan dalam Bab III pendapat Jaspers akan metafisika karena walau keduanya terpasuk golongan filsafat existensi namun berbeda dalam pendapat akan metafisika.

Item Type: Other
Uncontrolled Keywords: Agama, metafisika, filsafat
Subjects: A General Works > AZ History of Scholarship The Humanities > Philosophy. Theory
A General Works > AZ History of Scholarship The Humanities > Philosophy. Theory
B Philosophy. Psychology. Religion > BL Religion
Divisions: Faculty of Philosophy
Depositing User: Ratna Setyawati
Date Deposited: 26 Jun 2025 08:33
Last Modified: 26 Jun 2025 08:33
URI: https://ir.lib.ugm.ac.id/id/eprint/19331

Actions (login required)

View Item
View Item